Semua Akan Kembali Pada-Nya : Sebuah Renungan Hidup
Orang sedang melaksanakan sholat jenazah |
Seandainya jenazah itu bisa, tentu ia akan mengikuti shalat berjamaah untuk menambah pahala, tapi apalah daya sekarang, tak ada lagi kuasa. Selesai shalat dzuhur, langsung dengan komando pengurus masjid keranda mayat dipindahkan ke bagian tengah, shalat jenazah segera digelar dan jama`ah berbaris.
Tetapi, saat pengurus jenazah menyampaikan kepada keluarga bahwa yang terbaik untuk mengimami shalat jenazah adalah anak laki-laki dari jenazah sendiri, namun tak ada yang menjawab, tak ada tanggapan, bahkan pihak keluarga hanya menunduk atau berpura-pura tidak mendengar apa yang disampaikan pengurus itu. Ya Allah.. Sahabat coba kita bayangkan apa perasaan si jenazah saat itu! Bayangkan jika kita dalam posisi si jenazah itu! Disaat kita membutuhkan pertolongan terakhir, tak ada yang datang memberikan pertolongan, saat bantuan penting kita harapkan dari anak kita, mereka hanya menekurkan kepalanya! Inilah sebuah kegagalan, kegagalan si jenazah tersebut dalam mendidik anaknya. Entah apa yang akan diperbuat oleh si anak terhadap almarhum ayahnya. Ketika keluar dari masjid itu pengurus jenazah berbincang dengan sekelompok anak SD yang juga menyaksikan pelaksanaan shalat jenazah itu, mereka membicarakan apa yang mereka lihat, komentar seenaknya dan ocehan murahan ala anak SD.
Sang pengurus jenazah bertanya “udah bisa shalat jenazah dek?” Kemudian mereka bergumam belum… “tau gak, seharusnya yang menyalatkan jenazah tadi itu adalah anaknya, anak laki-lakinya, tapi jenazah tadi tidak… Mungkin anaknya tidak bisa, kalian sudah bisa shalat jenazah?” tanya sang pengurus kembali, namun mereka merespon dengan respon yang tidak nyambung, “Nanti, kalau ayah kita meninggal jangan sampai kayak jenazah ini, ayah kita meninggal kita malah hanya menunduk tidak bisa mengimaminya..” Mereka terdiam, senyap.“Belajar ya dek ya..” lanjut sang pengurus jenazah.
Sahabat, itulah secuil peristiwa nyata yang harus kita renungi. Apakah kita mengharapkan kondisi seperti ini terjadi ada keluarga kita? Apakah kita tega nanti saat ayah atau ibu kita dipanggil oleh-Nya kita hanya terdiam tiada daya? Mengimami shalat jenazah adalah persembahan terakhir dan kado terindah buat ayah ibu kita nanti. Maka orang yang cerdas tentu akan mempersiapkan kondisi itu sejak sekarang. Jangan tunggu nanti untuk belajar lebih baik sahabat.
Orang yang cerdas juga akan menempuh cara apapun yang membuat saat ia dishalatkan, orang antri untuk menshalatkan kita, sehingga masjid tidak lagi cukup menampung jama’ah, bahkan berduyun datang memenuhi jalanan orang-orang yang tidak saling kenal, pergi menghadiri penguburan kita, bayangkan sampai masyarakat sekitar berkomentar “kami melihat orang-orang yang sama sekali tidak kami kenal bergerombol datang tak henti kepemakaman beliau”. Subhanallah.. Tidakkah kita mengimpikan kondisi seperti ini?
Satu hal lagi, untuk mempersiapkan anak-anak yang mampu mempersembahkan kado terindah untuk jenazah kita saat kita sebagai bapaknya wafat, orang yang cerdas juga akan memilih calon ibu untuk anak-anaknya yang nanti akan mendukung terwujudnya kondisi ini. Wanita yang selalu menjaga kehormatan, serta harkat dan martabat keluarga tentunya.
Dan pemuda cerdas tidak hanya mencari calon istri, tapi calon ibu. Itulah sobat, terkadang kita terlalu menganggap remeh sholat jenazah yang mungkin secara sekilas sering kita temui, karena terlalu merasa sibuk dengan dunia sehingga melupakan hari dimana kita dipakaikan kain kafan. Oleh karena itu, orang yang cerdas terlalu ceroboh jika melewatkan saja pesan ini, tanpa bergerak nyata, mulai bekerja, memastikan segala sesuatunnya berjalan dengan scenario yang kita citakan. Terima kasih semoga bermanfaat.
Post a Comment